Sasmita



   KEKUATAN KARYA FIKSI
MAMPU MEREDUKSI KEKERASAN
Oleh Dr. Luqman, M.Pd 
 Guru MAN Nglawak Kertosono Nganjuk 08125964559

Karya Fiksi adalah suatu karya sastra yang mengungkap realitas kehidupan sehingga mampu mengembangkan daya imajinasi.  Karangan Fiksi yaitu karangan yang berisi kisahan atau cerita yang dicipta berdasarkan imajinasi pengarang. Fiksi atau cerita rekaan biasanya berbentuk novel, dan cerita pendek sedangkan Fiksi ilmiah fiksi ilmu pengetahuan adalah fiksi yang ditulis berdasarkan ilmu pengetahuan, teori, atau spekulasi ilmiah.
Karya fiksi berusaha menghidupkan perasaan atau menggugah emosi pembacanya. Itulah sebabnya, karya fiksi banyak dipengaruhi oleh subjektifitas pengarangnya. Adapun  Bahasa karya fiksi tidak hanya bermakna denoktatif, konotatif, dan asosiatif tetapi juga metafrik yang mengandung makna di balik makna. Selain itu,  karya fiksi juga mengandung makna ekspresif pribadi pengarang, sugestif, dan   persuasif bersifat mempengaruhi penikmat dan estetis yaitu bersifat indah untuk menggugah perasaan penikmat.
Pada dasarnya, karakteristik  karya fiksi itu mengungkapkan sebuah peristiwa batin secara parsial berdasarkan kekuatan imagi pengarang dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya dalam kehidupan sehari-hari secara langsung atau harus melalui proses khayalan tingkat tinggi, karena karya fiksi ada berdasarkan imajinasi terdalam pengarang. Kebenaran dalam sebuah dunia fiksi adalah sebuah keyakinan yang sesuai dengan sudut pandang pandang pengarang terhadap masalah hidup dan kehidupan. Kebenaran dalam karya fiksi tidak harus sejalan dengan kebenaran yang berlaku di dunia nyata sebab karya fiksi hadir hanya sebagai entertainment, pelepas kepenatan menghaluskan jiwa dan perasaan.
Ditinjau dari nilai etik estetik,  kehadiran karya fiksi mampu melembutkan perasaan penikmat, karena karya fiksi hadir di hadapan penikmat dengan menggunakan bahasa, kalimat,  dan kata-kata pilihan atau melalui seleksi yang ketat (diksi). Azas sopan santun, etika estetika preoritas utaman. Selain itu kata dan kalimat yang digunakan bersifat konotatif artinya memiliki pengertian tambahan atau arti sekunder di samping arti primernya. Setiap kata yang dipilih menimbulkan berbagai predikasi makna yang dependen . Oleh sebab itu  dalam memahami isi karya fiksi (sastra) penikmat memiliki kebebasan untuk menentukan makna tertentu terhadap kalimat metaforik menurut sudut pandang mereka (deep meaning) mengapa demikian, karena, keindahan bahasa dalam karya fiksi bersifat simbolis, yang bertujuan untuk menghindari ketidak sopanan dalam berekspresi.
Salah satu majas yang dijadikan tolak ukur untuk menjagmen bobot karya sastra adalah metaforik,  di mana Smajas ini digunakan disamping untuk menciptakan keindahan karya fiksi juga untuk memperhalus pernyataan supaya bahasa yang disampaikan dapat diterima dengan senang hati, walaupun tampaknya kasar. Mengapa begitu, karena setiap kata dan kalimat yang digunakan minimbulkan multitafsir artinya berpenafsiran ganda. Bahasa dalam karya fiksi cenderung mengundang penafsiran ganda dari penikmat.
Power karya fiksi mampu mereduksi kekerasan yang terjadi dan yang akan, ini ditinjau dari nilai-nilai etik dan estetik yang terkandung di dalamnya terutama penggunaan bahasa simbolik. Sementara itu kalau  kita melihat langsung ataupun tidak langsung berbagai tindak kekerasan yang dilakukan oleh individu terhadap individu yang lain,  anggota masyarakat yang satu terhadap anggota masyarakat yang lain. seperti pembunuhan, penganiayaan, intimidasi, pemukulan, fitnah, pemerkosaan, dan lain-lain. Dari berbagai bentuk kekerasan tersebut,  penyebabnya adalah kesalahpahaman terhadap konsep bertindak tutur, dan keidtakpuasan atas keputusan sebelah pihak.
Sejenak kita perhatikan kejadian-kejadian  intoleran terjadi di mana-mana, seperti  di Jakarta, (14/1/2016) di Sarinah ada bom bunuh diri yang dilakukan sekelompok teroris. selanjutnya, penangkapan 5 teroris di Malang, Jawa Timur, Sabtu 20 Februari 2016.  Sebelum itu,  Bocah SMP  Luka Parah Senin, 15 Februari 2016. Muhammad Rizki, (14) warga Lingkugnan Rau Timur, Kedoya 2, RT02 RW 18, Kelurahan Cimuncang, Kota Serang, Banten menjadi korban kekerasan yang diduga dilakukan oleh sekelompok pendukung Persib Bandung. Hal senada, 17 Jan 2016 - Sepeda Motor milik warga desa Bukur yang dibakar oknum Pendekar Perguruan pencak silat Setia Hati Teratai (PSHT).  Waktu itu, PSHT di Nganjuk menyelenggarakan tasyakuran, di luar diwarnai dengan pawai ke desa-desa yang berujung pembakaran sepeda motor milik warga.
Motif kekerasan muncul bermula dari sumber utama yaitu Konflik, kemudian konflik dapat muncul bilamana disertai dengan luapan perasaan benci dan ketidakpuasan atas keputusan sepihak, sehingga timbul persaingan tinggi, bahkan ingin menghacurkan atau menhabisi pihak lain. Selain itu, kekerasan terjadi bermula dari desakan untuk melawan yang telah terprogram secara gentle sewaktu kepentingan hidup dan kehidupanya terancam. Individu seperti ini bermaksud untuk mempertahankan hak-hak hidup yang bersifat pragmatis dan ini muncul tatkala ada niat jahat dalam hati kecilnya, kemudian agresi jahat melawan kekejaman, kekerasan, dan ketidak adilan yang menimpa.
 Kekerasans sebesar apapun yang terjdi, kalau ada tindakan preventif persuasif yang efektif pastilah tidak akan terjadi. Baik kekerasan fisik non fisik, lagnsung tidak langsung. Tindakan yang saya maksud adalah melalui menikmati karya fiksi, menurut penulis karya fiksi mempunyai kekuatan luar biasa untuk menimbulkan imaji tinggi pada penikmatnya, disamping itu karya fiksi diyakini dapat melunakkan atau melembutkan perasaan dan hati penikmatnya, dikarenakan karya fiksi  (sastra) dianggap sebgai penghibur. hal sanada dinyatakan oleh Budi Darma  salah satu ciri sastra hiburan adalah tokohnya tampan, kaya, dicintai, dikagumi, dan sanggup mengatasi segala macam masalah dengan mudah. Penikmat dipancing untuk melakukan identifikasi diri seolah dirinya adalah tokoh itu sendiri. Oleh sebab itu, apa yang dipancingkan oleh sastra hiburan tidak lain adalah impian terhadapa nilai positif atau hal-hal yang baik.
Ringkasnya, karya fiksi mampu mereduksi kekerasan, dapat dilihat dari manfaat yang terkandung dalamnya, antara lain  1.Karya fiksi memiliki sifat menghibur dan dapat mencegah atau mengurangi stress akibat ditimpa masalah. 2. meningkatkan kemampuan mengendalikan emosi karena ketika kita membaca karya fiksi, kita sedang berlatih berimajinasi dan mengolah emosi diri. Ketika berimajinasi, otomatis emosi dalam diri kita pun akan bergejolak, kadang sedih, kadang kesal, kadang bahagia Semakin sering emosi kita dipermainkan, kemampuan kita mengontrol emosi menjadi lebih baik. 3. Menambah kemampuan Membaca pikiran orang dan membuat peka pengindraan  4. Merileksikan tubuh. 5.  membuat otak dan tubuh rileks sehingga penikmat akan lebih mudah tertidur. 6. Mencegah Alzheimer  atau hal yang melemahnya daya ingat 7.  Mempertajam otak dan mencegah kepikunan, dan  8. Meningkatkan rsasa empati dan simpati.

Komentar